Film Avatar, James Cameron & Hidden Message

Dalam film baru ‘Avatar’ arahan James Cameron, Neytiri (Zoë Saldana) dan Jake (Sam Worthington) membuat persiapan akhir untuk sebuah pertempuran hebat yang menentukan nasib seluruh dunia. (WETA)


Film karya James Cameron ini benar-benar fenomenal. PUAS! Itulah kata yang keluar dari mulut saya usai menonton film yang akhirnya meraih Golden Globe Award 2010 sebagai film terbaik. PUAS bukan hanya karena tehnologi 3D yang digunakan, tapi secara emosional film karya sutradara yang sukses dengan film Titanic tahun 1997 ini mampu  menyeimbangkan ketepatan antara drama berbasis kisah dongeng dan dunia khayal lewat generalisasi komputer. Pengaturan yang jelas, tampak riil, dan multidimensi benar-benar tidak menyimpang dari alur ceritanya. 


Dari semua yang ditampilkan dalam film garapan best director Golden Globe Award 2010 ini, saya terkesan dengan pesan yang disampaikan, meskipun secara hidden. Yaitu ; anti-perang dan pro-lingkungan, ada juga mengenai rasis.
Saat menonton adegan penyerangan pasukan manusia ke planet pendora, tempat tinggal suku Na'vi, terasa sekali bahwa perang hanya akan menyengsarakan. Untuk itu harus dilawan. Bersatu dan melawan penjajah adalah semangat yang disampaikan saat suku Na'vi yang dipimpin Neytiri, putri kepala suku Na'vi yang harus kehilangan ayahnya karena serangan brutal penjajah. Dengan dibantu Jake Sully, Suku Navi berhasil memenangkan pertempuran tersebut. 


Pro Lingkungan? Sudah jelas, bagaimana James Cameron menggambarkan indahnya Pandora yang digambarkan sebagai “Taman Firdaus".

Rasis? alur cerita yang melibatkan orang kulit berwarna yang memakai "suku" berambut gimbal olahraga perhiasan sementara rambut, yang diselamatkan oleh pria kulit putih yang mulia memberikan film yang "rasis subteks" bahwa dia menemukan "nauseatingly merendahkan. " (seperti yang diungkapkan Will Surga Daily Telegraph).

Well, berikut komentar lain tentang pesan tersembunyi dibalik film Avatar (diambil dari yahoo.com) :  Chicago Sun-Times, Roger Ebert mencatat bahwa "Avatar" "memiliki rata-out Green dan anti-perang" yang "ditakdirkan untuk memulai sebuah sekte." Sementara itu Ben Hoyle, yang menulis dalam Times of London, mencatat bahwa film Avatar "berisi kritik implisit perilaku Amerika dalam Perang Melawan Teror." 

Tapi apakah pesan tersembunyi ini benar-benar semua itu tersembunyi? James Cameron sendiri  di depan umum menyatakan fakta bahwa dia seorang aktivis lingkungan yang percaya bahwa manusia dan "masyarakat industri" adalah "yang menyebabkan perubahan iklim global" dan "spesies menghancurkan lebih cepat daripada yang kita dapat mengklasifikasikan mereka." Dalam sebuah wawancara dengan PBS 'Tavis Smiley, Cameron mengakui bahwa ia membuat "jelas" referensi dalam film ke Irak, Vietnam dan masa kolonial Amerika untuk menekankan fakta bahwa manusia mempunyai "sejarah buruk" dari "hak" di mana kita "mengambil apa yang kita butuhkan dari alam dan masyarakat adat kemudian tidak memberikan kembali."




Resensi Fim Avatar


Film Avatar mengambil set di tahun 2154 saat bumi kehabisan energi. Tokoh utama, Jake Sully (diperankan Sam Wortington), seorang mantan marinir lumpuh yang diangkut ke planet Pendora. Di planet ini umat manusia telah membangun proyek penyalahgunaan yang disebut Hell’s Gate dengan maksud untuk melakukan penambangan mineral langka yang disebut “unobtainium.” Satu-satunya persoalan adalah sejumlah besar bijih ini terdeteksi di bawah tanah, tepat di bawah lingkungan tempat tinggal suku buas disebut Na’vi — makhluk setinggi sepuluh kaki dengan fitur menyerupai kucing.





Dalam film Avatar arahan James Cameron, Jake (Sam Worthington) sedang mengamati Avatarnya, makhluk yang direkayasa secara genetika dari campuran DNA manusia dengan DNA penghuni asli Pandora. (MARK FELLMAN/WETA)

Misi Jake adalah mengendalikan avatar-nya, makhluk rekayasa genetika antara DNA manusia dan DNA Na’vi, dan menyusup ke dalam masyarakat Na’vi, yang selama ini menjadi kendala dalam penambangan unobtainium.
Perjalanan pertama Jake ke hutan gaib Pandora hampir saja merenggut nyawanya. Untunglah, si jelita Neytiri (Zoe Saldana) datang menyelamatkannya dan Jake memulai perjalanannya dalam memahami Na’vi dan dunia mereka. Akankah ia mengkhianati mereka demi memperoleh unobtainium?
Dalam upayanya membuat Avatar terlihat berhubungan, Cameron menggambarkan tema yang mirip dengan budaya manusia — keserakahan hakiki manusia serta kesehatan lingkungan manusia. Masyarakat Na’vi yang sangat spiritual dan memiliki pertalian erat dengan lingkungan mereka, mengingatkan saya pada penduduk asli Amerika, di mana tanah mereka dirampas dan kerap kali dicemari.
Pandora yang digambarkan oleh Cameron sebagai “Taman Firdaus yang dihuni makhluk bertaring dan bercakar,” benar-benar terlihat sangat rinci dan imajinatif sehingga kadang-kadang sulit untuk memfokuskan pada cerita utama. Cameron sendirilah yang menuangkan bayangan akan landskap yang menawan, flora, serta makhluk-makhluk yang ia tampilkan pada kehidupan Avatar dalam format 3D.
Perancang produksi Rick Carter mengatakan dalam catatan persnya, “James Cameron tidak hanya menciptakan dan membuat seperangkat gambar hidup pada dunia yang jauh; namun juga seolah-olah ia benar-benar melakukan penjelajahan ke sana, mengumpulkan banyak catatan, kemudian kembali lagi, dan menuangkan secara detail apa yang ia amati ke dalam tulisan dan film.”
Hutan firdaus adalah tempat tinggal bagi makhluk-makhluk menyerupai manusia serigala ganas, yang digambarkan oleh Cameron sebagai makhluk “tak berbulu dengan kulit mengkilat seperti dilapisi baja. Yang paling menakutkan adalah cakarnya yang nampak seperti tangan kasar.” Sedikit menakutkan adalah kuda ganas, mirip kuda bumi, namun kelihatan seperti “alien berkaki enam, Clydesdales dengan mulut menyerupai antena.”
Saya tidak akan merusak keingintahuan Anda dengan membocorkan rahasia penghuni ajaib lainnya dari Pandora yang sedang menunggu untuk berkenalan dengan Anda. Bagaimana di atas bumi (atau di Pandora), Avatar dibuat seperti multi-dimensi yang sedemikian unik dan bertekstur mewah?
Ternyata, Cameron bukan saja sutradara bertalenta luar biasa dan direktor kreatif; ia juga pembuat film kelas dunia yang setara dengan Steve Jobs maupun Bill Gates. Sebagai perintis pembuat Avatar, Cameron dan timnya benar-benar adalah pelopor perintis teknologi perfilman, termasuk sistem “gambar-berbasis penampilan wajah”, yang mengharuskan aktor menggunakan helm dengan kamera kecil. Hal ini memungkinkan pencatatan ekspresi wajah dan gerakan otot pada tingkat yang belum pernah bisa dilakukan.





Penulis James Cameron (depan-tengah) mengulas sebuah adegan dengan sejumlah aktor (dari kiri) Sigourney Weaver, Joel David Moore dan Sam Worthington. (MARK FELLMAN/TWENTIETH CENTURY FOX)

Inovasi lain yang dibuat untuk Avatar adalah Virtual Camera, dengan harapan memungkinkan pengambilan adegan-adegan di dalam dunia hasil generalisasi komputer, seolah-olah seperti saat ia sedang melakukan syuting di dalam studio.
Penyimpanan digital dengan kapasitas lebih dari satu petabyte (1.000 terabyte) diperlukan bagi semua komponen generalisasi komputer dalam film ini. Ini setara dengan sekitar 500 kali jumlah yang digunakan untuk menciptakan dan menenggelamkan kapal bersama penumpangnya dalam karya sukses Cameron tahun 1997 dan film terlaris sepanjang sejarah, Titanic.
Apa yang paling luar biasa dalam Avatar adalah keberhasilannya dalam menyeimbangkan ketepatan antara drama berbasis kisah dongeng dan dunia khayal lewat generalisasi komputer. Pengaturan yang jelas, tampak riil, dan multidimensi benar-benar tidak menyimpang dari alur ceritanya.
Hampir dari kita semua pernah mengalami keputusasaan yang membingungkan pikiran, yang nyaris tidak menginspirasikan kesadaran, meninggalkan banyak pertanyaan dan ilham. Avatar merupakan pertemuan film ’Dance with Wolves’ dan ’Star Wars’ atau saya lebih suka menyebutnya—liburan luar planet bumi saya yang pertama. (Helena Chou/ The Epoch Times/ era)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Sugoy Suhendra

DIBUTUHKAN HOST PROGRAM TV